Jauh. Mengapa setiap orang terobsesi oleh kata itu? Marco Polo melintasi perjalanan panjang dari Venesia hingga negeri Mongol. Para pengelana lautan mengarungi samudera luas. Para pendaki menyabung nyawa menaklukan puncak.
Juga terpukau pesona kata “Jauh”, musafir menceburkan diri dalam sebuah perjalanan akbar keliling dunia. Menyelundup ke tanah terlarang di Himalaya, mendiami Kashmir yang misterius, hingga menjadi saksi kemelut perang dan kekerasan. Dimulai dari sebuah mimpi, ini adalah perjuangan untuk mencari sebuah makna.
Hingga akhirnya setelah mengelana begitu jauh, sang musafir pulang bersujud disamping ranjang ibunya. Dan justru dari ibunya yang tidak pernah kemana-mana itulah, dia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan.
Setelah lama kita meninggalkan kampung halaman yang kita cintai, orang-tua, sanak-saudara, ada terbesit keinginan untuk kembali ketanah kelahiran. Memberi sumbangsih, berkontribusi sesuai bidang dan ilmu yang dimiliki. Pepatah mengatakan “Sejauh-jauh burung terbang pasti akan kembali ke sarangnya juga”.
Reruntuhan cinta beribu musim,
Betapa nestapa, tak ada obat selamatkan bunda,
Tiada terbalas, kasih sayang sedalam samudera,
Tangisan anak yang tidak berbakti.
Suatu saat, tidak tahu kapan waktunya, kita yang telah pergi “Jauh”, pasti akan kembali ke pangkuan bunda, baik itu untuk memohon ridho dan doa ataupun pengampunan atas khilaf yang tidak disadari.
Hmm…sebentar-sebentar, gw sepertinya sudah “lama” juga pergi “Jauh” dan tidak pulang kampung, 3(tiga) tahun sepertinya, hehehe…
Sedikit kutipan dari buku berjudul “Titik Nol, Makna Sebuah Perjalanan” karya Agustinus Wibowo, Kompas Gramedia 2013.
Bukunya sih lumayan tebal 552 halaman, Selamat liburan… 🙂
Leave a Reply